Selasa, 05 Juli 2011

A. PROSEDUR MENENTUKAN BAHAN PELAJARAN



TUGAS KELOMPOK
TKF SMU I
 








Oleh
-          Berdinata Massang
-          Bergemanus Y. Magai
-          Dian Prafitasari
-          Galuh P. Putri
-          Santi Rahayu
-          Via Andryani


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2011
A.  PROSEDUR MENENTUKAN BAHAN PELAJARAN
Berbagai cara dapat diikuti untuk menentukan  bahan pelajaran. Cara yang dipilih banyak bergantung pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh mereka yang menentukan kurikulum. Jika mereka berpendirian bahwa sekolah harus menyampaikan kebudayaan masa lampau yang diwariskan oleh nenek moyang, maka mereka akan mencari unsur-unsur dari kebudayaan itu yang dianggap penting bagi perkembangan anak-anak. Jika mereka menganggap, bahwa sekolah harus mempersiapkan anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam masyarakat, maka bahan yang penting ialah kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang dewasa dalam kehidupan. Bahan pelajaran akan berbeda pula jika yang diutamakan ialah perkembangan mental atau intelek, atau pembangunan masyarakat baru.
Jadi serasi tidaknya bahan pelajaran bergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Dibawan ini beberapa prosedur yang diikuti dalam penentuan bahan pelajaran.
1.  Prosedur menerima otoritas para ahli
Bahan pelajaran ditentukan berdasarkan pendapat seseorang atau suatu kelompok, yang dianggap mempunyai otoritas, kemampuan, dan keahlian. Lebih dahulu dirumuskan tujuan pendidikan agar dapat ditentukan bahan pelajaran yang kiranya paling serasi untuk mencapainya. Tujuan pendidikan dapat diselidiki berdasarkan Undang-undang  dan dokumen-dokumen resmi, dapat juga berdasarkan studi tentang sosiologi, politik, sejarah dan sebgainya. Kemudian diadakan diskusi untuk merumuskan dengan jelas tujuan-tujuan  pendidikan itu. Menentukan bahan pelajaran yang serasi berhubung dengan tujuan itu tidak mudah, karena tidak ada jaminan apakah dan hingga manakah bahan itu sungguh-sungguh membawa anak kepada tujuan itu. Sering para penyusun kurikulum iti dipengaruhi oleh tradisi, prasangka atau keinginan pribadi.
Dalam praktik sering yang menentukan bahan pelajaran ialah pengarang buku pelajaran. Tentu saja pengarang itu menggunakan berbagai sumber dalam penulisan itu. Ia akan mempelajari kurikulum yang diakui, hasil-hasil lokakarya atau konferensi, hasil penelitian tentang perkembangan anak, perbendaharaan kata anak, psikologi belajar, metode mengajar, dan sebagainya. Ada kalanya buku pelajaran disusun oleh panitia penulisan buku. Buku ini dapat disebarluaskan secara nasional. Untuk menjamin mutu buku itu, sering diikutsertakan para ahli dalam cabang ilmu pengetahuan tertentu dan ahli pendidikan.
Prosedur ini banyak diikuti, karena banyak keeuntungannya. Buku pelajaran mempunyai scope dan sequence tertentu, jadi telah jelas apa yang harus diajarkan dan bagaimana urutannya. Ini memberikan rasa tentram kepada guru karena ia tak perlu lagi mencari-cari. Akan tetapi prosedur ini juga tidak membangkitkan kreativitas guru.

2.  Prosedur eksperimental
Bahan pelajaran dapat ditentukan secara eksperimental dengan mengadakan penelitian hingga manakah bahan itu memang serasi untuk mencapai sasarannya. Biasanya metode ini digunakan untuk menyelidiki keserasian bahan yang khusus untuk tujuan yang spesifik, agar dapat dikuasai faktor-faktor yang mempengaruhi, agar keilmiahannya dapat dipertahankan. Misalnya dapat diselidiki cerita-cerita apakah yang paling disukai anak-anak pada usia tertentu. Kalau percobaan ini dilakukan pada sejumlah besar anak, maka ada pegangan yang lebih kokoh dalam pemilihan cerita yang sesuai dengan keinginan anak,daripada hanya bergantung pada pendapat guru atau pengarang.
Untuk tujuan-tujuan yang lebih umum, metode ini kurang sesuai, karena sulitnya menguasai semua faktor, termasuk pribadi guru dan pengalaman anak. Juga perlu dipikirkan, hingga manakah hasil penelitian sekarang berlaku untuk masa datang, karena misalnya selera anak terhadap cerita-cerita tertentu dapat berubah karena perkembangan zaman.

3.  Prosedur ilmiah atau analitis
Bahan  pelajaran dapat ditentukan dengan menganalisis situasi-situasi dimana bahan pelajaran itu diperlukan. Dapat dianalisis kegiatan manusia dewasa dalam kehidupannya sehari-hari seperti yang dilakukan oleh Franklin Bobbitt dapat pula dianalisis berbagai jabatan, misalnya jabatan juru rawat, guru penerbang, sekretaris, dan sebagainya seperti yang mula-mula dilakukan oleh Charters. Dengan mengetahui kegiatan, ketrampilan, sikap, pengetahuan, dan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu dengan baik, dapat pula ditentukan bahan pelajaran yang serasi untuk itu.
Analisis pekerjaan atau kegiatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain mengadakan wawancara tentang segala macam tugas seorang pekerja, melakukan pekerjaan itu sendiri, atau mengobservasi pekerja melakukan tugasnya. Analisi ini akan menghasilkan daftar sejumlah kegiatan yang dapat disusun menurut pentingnya dan frekuensinya.
Analisis memecahkan keseluruhan tugas dalam kegiatan-kegiatan yang lebih terinci, sehingga identitas keseluruhan lenyap. Yang dianalisis ialah keadaan sekarang yang tidak menunjukkan keadaan seharusnya. Namun metode analisis ini sangat berfaedah untuk menentukan bahan pelajaran bagi tugas dan jabatan yang jelas dan terbatas unsur-unsurnya.

4.  Prosedur konsensus
Cara keempat ialah memperoleh konsensus dengan meminta pendapat orang-orang yang dianggap berwewenang, antara lain ahli-ahli dalam bidang tertentu, tokoh-tokoh masyarakat, perusahaan, dan sebagainya. Pendapat-pendapat itu dapat dikumpulkan dengan dafta pertanyaan yang kemudian ditabulasi dan kemudian diinterpretasi.
Metode ini mudah dilaksanakan, namun konsensus berdasarkan tabulasi dan suara terbanyak belum menjamin keerasian bahan pelajaran. Ada pula kemungkinan bahwa pendapat orang yang ditanyai itu dipengaruhi oleh prasangka, tradisi, keinginan pribadi atau faktor-faktor subjektif lainnya. Sesudah ditabulasi tidak lagi diadakan diskusi antara mereka yang mengisi daftar pertanyaan itu dan interpretasinya terserah pada pengolahnya.
5.  Prosedur-prosedur lainnya
Prosedur-prosedur lain yakni (a) social functions procedure, (b) persistent life situation procedure dan (c) adolescent needs or problems procedure, menentukan bahan pelajaran menurut prinsip-prinsip utama yang mendasari kurikulum itu.
a)    Prosedur fungsi-fungsi social.
Seperti telah dibicarakan sebalumnya dengan “social functions” atau “major areas of living” : dimaksud pusat-pusat kegiatan manusia dalan masyarakat. Dengan mempelajari pusat-pusat kegiatan manusia ini anak-anak diharapkan mengenal kehidupan dan masalah-masalah masyarakat dewasa ini. Fungsi-fungsi social itu seperti: perlindungan dan pengawetan hidup, milik, dan sumber alam, produksi, konsumsi, komunikasi dan transport dan sebagainya adalah pokok-pokok sebagai pegangan untuk menentukan kegiatan-kegiatan belajar. Pokok-pokok ini sangat umum dan masih perlu diuraikan lebih lanjut oleh para pendidik secara local, agar pelajaran itu sesuai dengan keadaan setempat. Program ini fleksibel dan mungkin sekali mengalami perubahan dari tahun ketahun apalagi karena dalam pelaksanaannya diadakan perencanaan bersama dengan murid seperti lazimnya dilakukan dalam pemgajaran broad unit.
Kurikulum ini mengutamakan aspek social dan tidak begitu menonjolkan soal kebutuhan dan minat pelajar, sekalipun tidak mengabaikannya.

b)   Prosedur “persisten life situation”
Prosedur ini memperhatikan kebutuhan, masalah, dan minat anak dan pemuda menurut taraf perkembangan dalam dunia yang kompleks dan dinamis ini. Masalah-masalah pokok yang dihadapi itu “persistent” yakni senantiasa pada hakikatnya sama, dulu, sekarang, maupun dimasa mendatang dimana saja didunia ini, akan tetap situasinya berbeda-beda dan berubah-ubah. Dengan kurikulum ini murid-murid dipersiapkan untuk menghadapi masalah-masalah itu dalam hidupnya dimasyarakat.
Stratemeyer cs menganalisis situasi-situasi itu sejauh mungkin, namun para pendidik masih harus mengadakan perencanaan yang lebih terperinci dan konkrit untuk dilaksanakan dalam kelas. Tentu saja kurikulum serupa ini fleksibel dan bahan pelajaran harus disesuaikan setiap kali dengan perubahan-perubahan yang terjadi didunia maupun setempat. Jadi cara menentukan scope atau ruang lingkup pelajaran banyak persamaannya dengan prosedur fungsi-fungsi social. Seperti halnya dengan kurikulum fungsi-fungsi sosisl kurikulum inipun dapat memanfaatkan bahan berbagai disiplin atau mata pelajaran. Sejauh bahan itu diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ada kemungkinan pengetahuan murid tentang berbagai subjek atau mata pelajaran bahkan lebih luas dari pada yang diperoleh melalui kurikulum yang subject-centered hanya tidak dalam susunan logis sistematis yang lazim.

c)    Prosedur kebutuhan atau masalah pemida
Prosedur ini bertitik tolak dari kebutuhan pemuda atau masalah-masalah yang mereka hadapi. Oleh sebab kebutuhan atau masalah itu selalu timbul dalam lingkungan masyarakat tempat mereka hidup maka dengan sendirinya masalah-masalah masyarakat juga mendapat perhatian.
Prosedur ini diterapkan dalam “the Eight Year Study” (1932-1940) yang mengadakan percobaan dengan kurikulum ini di 30 sekolah menengah di Amerika Serikat. Waktu itu ide ini sangat progresif. Percobaan ini merupakan suatu sukses, akan tetapi karena pecahnya Perang Dunia II hasilnya tidak mendapat sambutan selayaknya.
Untuk menentukan bahan pelajaran diselidiki buku-buku psikologi, diadakan questionnaires, checklist, observasi, dsb. Ross Mooney mengumpulkan 132 masalah pemuda yang digolongkannya dalm 11 bidang, yakni:
1)    Kesehatan dan perkembangan jasmani.
2)   Keuangan, kondisi hidup dan pekerjaan
3)   Kegiatan social dan rekreasi
4)   Berpacaran, seks dan perkawinan
5)   Hubungan social-psikologis
6)   Hubugan pribadi-psikologis
7)   Moral dan agama
8)   Rumah tangga dan keuarga
9)   Masa depan: pekerjaan dan pendidikan
10) Penyesuaian dengan pelajaran sekolah
11)  Kurikulum dan pengajaran.
Disamping klasifikasi Ross Mooney ini adalagi cara penggolongan lain. Ini bergantung pada bahan yang diterima dari orang-orang yang diminta pendapatnya dan cara menggolongkannya.
Setiap bidang dapat lagi diuraikan lebih lanjut. Dan seperti halnya dengan prosedur fungsi-fungsi social dan “persistent life situation” guru-guru setempat harus lagi merencanakan bersama, sering dengan murid, juga dengan orangtua, untuk menyesuaikan kurikulum itu dengan kebutuhan dan masalah pemuda di sekolah itu. Perubahan senantiasa ada dari tahun ketahun seperti halnya dengan kurikulum yang fleksibel lainnya yang berusaha menyesuaikannya dengan tuntutan murid dan masyarakat.
Untuk membantu guru-guru dalam perencanan broad unit maka dapat disusun suatu, resourse unit. Resourse unit ini merupakan suatu sumber yang dapat membantu guru untuk merencanakan,mengembangkan dan menilai suatu unit. Resourse unit menguraikan secara komprehensif dan sistematis tujuan, ruang lingkup bahan pelajaran berupa konsep-konsep, pokok-pokok, masalah-masalah, dan sebagainya, berbagai-bagai saran tentang kegiatan-kegiatan mengajar-belajar, daftar buku, dan alat-alat pengajaran serta cara-cara mengevaluasi unit itu.

Sumber: Nasution, S. 2008. Asas-Asas kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.



DAFTAR PUSTKA

Sumber: Nasution, S. 2008. Asas-Asas kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar