Selasa, 05 Juli 2011

PROSEDUR PEMBAHARUAN KURIKULUM


PROSEDUR PEMBAHARUAN KURIKULUM
1. ADMINISTRATIVE APPROACH (Smith, Stanley, Shores)
Model admistratif pengembangan kurikulum menggunakan prosedur atas- bawah, lini staf (Topdown, line-staff procedure). Inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat tingkat atas (Superintendent). Pejabat tersebut membuat keputusan tentang kebutuhan suatu program pengembangan kurikulum dan implementasinya, lalu mengadakan pertemuan dengan staf lini (bawahannya) dan meminta dukungan dari dewan pendidikan (Board of education). Langkah berikutnya adalah membentuk suatu panitia pengarah yang terdiri dari pejabat administratif tingkat atas, seperti asisten superintendent, principals, supervisor, dan guru-guru inti.

Panitia pengarah merumuskan rencana umum, mengembangkan panduan kerja, dan menyiapkan rumusan filsafat dan tujuan bagi seluruh sekolah didaerahnya (District).Disamping itu, panitia pengarah dapat mengikutsertakan organisasi diluar sekolah / tokoh masyarakat sebagai panitia penasehat yang bekerja bersama dengan personel sekolah dalam rangka merumuskan berbagai rencana, petunjuk dan tujuan yang hendak dicapai.

Setelah kebijakkan kurikulum dikembangkan, maka panitia pengarah memilih dan menugaskan staf pengajar sebagai panitia pelaksana (panitia kerja) yang bertanggung jawab mengkonstruksikan kurikulum. Panitia ini merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum, isi (materi), kegiatan-kegiatan belajar dan sebagainya sesuai dengan pedoman / acuan kebijakan yang telah ditentukan oleh panitia pengarah. Panitia mengerjakan tugasnya diluar jam kerja biasa dan tidak mendapat kompensasi. Kondisi ini diterapkan karena berkaitan dengan tanggung jawab guru untuk memahami dengan benar kurikulum dan meningkatkan mutu kurikulum itu sendiri.

Setelah panitia kerja (guru-guru) melaksanakan penyusunan kurikulum melalui proses tertentu, selanjutnya kurikulum yang dihasilkan tersebut direvisi oleh panitia pengarah atau panitia tingkat atas lainnya sesuai dengan maksud diadakannya review tersebut. Panitia ini melaksanakan berbagai fungsi-fungsi, sebagai berikut:

a.   Memberi koherensi pada ruang lingkup dan urutan dalam program bidang studi dengan koordinasi bersama panitia guru-guru masing-masing bidang;
b.   Memeriksa kesesuaiannya dengan kebijakan kurikulum yang telah ditetapkan oleh panitia pengarah;
c.   Menyiapkan gaya dan bentuk susuan material yang siap untuk dipublikasikan

Rencana kurikulum yang sudah direvisi dan final tersebut selanjutnya ditugaskan kepada suatu panitia yang terdiri dari para admimstrator (principals) dan guru-guru untuk melaksanakannya dalam rangka uji coba. Para pelaksana adalah tenaga profesional yang tidak dilibatkan dalam penyusunan kurikulum (mencakup filsafat rasional, tujuan dan metodologinya) uji coba dilaksanakan dalam kondisi pengajaran senyatanya dan keefektifannya dimonitor dengan cara kunjungan kelas, diskusi, evaluasi siswa dan alat-alat lainnya. Berdasarkan hasil uji coba dilakukan modifikasi, dan selanjutnya kurikulum baru tersebut diresmikan pelaksanaanya secara nyata dalam sistem sekolah.

Kelemahan model ini terdapat pada tiga hal, yakni :

a.   Pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis, karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas;
b.   Pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan macam-macam kepanitian.
c.   Kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.


Description: http://htmlimg1.scribdassets.com/8th8czjg74oqfeg/images/4-2abe3568f2/000.jpg

Bagan E.1 Model Administratif

2.MODEL GRASS ROOTS (Smith, Stanley, Shores)

Model Grass Roots (Akar Rumput) atau arus bawah, berbeda dengan rekayasa model administratif dalam beberapa hal yang berarti. Misalnya model Grass Roots diawali oleh para guru, pembina disekolah dengan mengabaikan metoda pembuatan keputusan kelompok secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang lemah (rusak) kemudian diarahkan untuk memperbaiki kurikulum tertentu (spesifik) atau kelas-kelas tertentu.
Orientasi yang demokratis dari rekayasa Model Grass Roots bertanggung jawab membangkitkan apa yang menjadi dua aksioma kemantapan sebuah kurikulum:

a.    Bahwa sebuah kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru-guru dilibatkan secara intim dengan proses pembuatan (konstruksi) dan pengembangannya
b.    Bukan hanya para professional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.

Masalah validitas kedua klaim tersebut tidaklah perlu, yang diperlukan adalah definisi yang lebih tepat mengenai peran administrator, guru, ahli kurikulum dan non profesional dalam memerankan perannya di dalam rekayasa kurikulum.

Prinsip Prinsip Model Grass Roots

Guru adalah sebagai kunci dalam rekayasa kurikulum yang efektif, digambarkan pada (4) prinsip yang menjadi dasar Model Grass Roots, yaitu :
a.    Kurikulum akan baik apabila kemampuan profesioanl guru baik
b.    Kompetensi guru akan membaik apabila guru terlibat secara pribadi dalam masalah-masalah peibaikan (revisi) kurikulum
c.    Jika guru urun rembug dalam membentuk tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam memilih, mendefinisikan, memecahkan masalah yang akan dihadapi, mempertimbangkan dan menilai hasil maka keterlibataimya paling terjamin.
d.    Karena orang bertemu dalam kelompok, tatap muka, mereka akan dapat memahami satu sama lain lebih baik dan untuk mencapai suatu konsensus berdasarkan prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan dan rencana- rencana.

Prinsip ini jadi bersifat operasional, karena guru didorong untuk bekerja secara kooperatif dalam merencanakan kurikulum baru. Dorongan terjadi bila administrator menyediakan kepemimpinan, waktu bebas, material dan rangsangan lain yang bersifat kondusif terhadap perencanaan kurikulum. Pada beberapa daerah lokakarya diorganisasi untuk melaksanakan proses, pada akhir tahun cenderung terfokus pada review kurikulum dan penilaian kebutuhan, sedangkan pada awal tahun baru mereka dapat berhasil mengkonstruksi kurikulum baru. Idealnya lokakarya itu mencakup para administrator, para guru, siswa, orang tua dan anggota masyarakat (tokoh) ditambah dengan konsultan dan personal sumber khusus. Para peserta bekerja atas dasar masalah-masalah tersebut secara demokratis mencapai konsensus. Disini jelas sekali, karena guru-guru terlibat secara mendalam / inti dalam perencanaan dan proses pembuatan keputusan, pengetahuan dan kesepakatan mereka merupakan suatu kebutuhan bagi prosedur implementasi khusus yang dinyatakan oleh model administratif.

Perlu diingat disini para guru terlibat dengan intim pada perencanaan dan pembuatan keputusan, pengetahuan, dan komitmennya dijadikan awal yang baik untuk memenuhi kebutuhan prosedur penerapan tertentu.

Kelemahan rekayasa kurikulum model Grass Roots ini adalah model ini menerapkan metoda partisipasi yang demokratis dalam proses yang khusus, bersifat teknis yang kompleks. Ini tidak berarti bahwa keputusan masyarakat umumnya tidak perlu diperhatikan atau para guru tidak boleh diberi peran dalam rekayasa kurikulum. Ini hanya untuk menyatakan bahwa peran dasar pemikiran satu orang satu suara tidak atau belum tentu menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam suatu situasi, otoritas tertentu amat diperlukan. Namun perlu diingat pula bahwa model Grass Roots ini lebih memberikan kontribusi awal dalam memperkuat landasan pembuatan keputusan kurikulum dan dalam hal itu model ini bertanggungjawab terhadap keinginan-keinginan masyarakat.



Bagan E.2 Model Grass Roots


CARA PRAKTIS UNTUK MENGADAKANPEMBAHARUAN KURIKULUM
1.     PILOT PROJECT
Dalam rangka suatu pilot project seorang guru dapat mengadakan perc obaan dengan suatu kurikulum baru dalam suatu bidang studi tertentu. Karena percobaan itu terbatas, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaiannya relatif mudah diatur. Adaikan pilot project  ini berhasil, masih banyak kesukaran untuk menyebarluaskannnya, karena menghadapi situasi yang berbeda dan mendapat hambatan dari ktentuan-ketentuan yang berlaku.

2.    MEMBINA KADER
Dapat dididik sejumlah kader yang menguasai seluk beluk pembaharuan kurikulum yang ditempatkan di berbagai sekolah untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan. Kader inni merupakan agen-agen pembaharuan, pemimpin-pemimpin yang kompeten dan mereka dapat memberia hasil yang baik.
Kelemahannya ialah bahwa ada kemungkinan mereka dianggap sebagai orang luar yang diberi bayaran khusus untuk mengadakan, bahkan memaksakan perubahan tanpa meminta keinginan guru-guru di sekolah itu. Jika timbul reaksi yang negatif dari pihak guru, maka kader ini akan mengalami banyak kesukaran.

3.    MEMANFAATKAN GURU
Guru dari sekolah yang telah menjalankan kurikuum baru, dapat diminta bekerja pada sekolah yang belum melakukannya, sehingga dapat disaksikanbagaimana pelaksanaan pembaharuan itu.
Pelaksanaan ini akan menghadapi kesuitan administratif dalam penempatan guru di sekolah lain untuk beberapa waktu. Sekolah yang terpencil akan mengalami kesukaran khusus dalam hal ini.
4.    MENYEDIAKAN ALAT PENGAJARAN
Memberikan laboratorium fisika atau laboratorium bahasa akan mendorong guru untuk menggunakan metode-metode dan bahan pelajaran baru. Akan tetapi ada kalanya tenaga pengajar tidak sanggup memanfaatkannya.

5.    MEMPERBAHARUI BUKU PELAJARAN
Buku pelajaran memegang peranan penting dalam setiap kurikulum, juga dalam melancarkan kurikulum yang baru. Buku pelajaran harus dapat memberikan bahan baru dan juga metode mengajar serta proses belajar yang baru. Akan tetapi guru-guru sendiri harus mempunyai kesanggupan untuk menggunakannya

6.    KERJASAMA ANTAR SEKOLAH DAN UNIVERSITAS
Universitas  yang senantiasa berada di garis depan kemajuan dalam bidang penelitian dan ilmu pengetahuan dapat membantu sekolah-sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan ide-ide baru tentang pendidikan dan perkembangan baru dalam berbagai ilmu pengetahuan. Dapat diusahakan secara teratur pertemuan-pertemuan antara dosen perguruan tinggi dengan guru-guru bidang studi di SM untuk keperluan itu.
Universitas dapat pula menyediakan ahli dalam berbagai aspek kurikulum yang bertindak sebagai konsultan, sedangkan sekolah atau guru dapat memberikan bahan tentang keadaan yang riil mengenai murid, dan sekolah, sehingga kurikulum tidak merupakan hasil “di belakang meja tulis”.
7.    PEMBAHARUAN KURIKULUM  PENDIDIKAN GURU
Kurikulum pendidikan guru tak dapat tiada harus disesuaikan dengan perubahan kurikulum dari SD-SM, bahkan sebenarnya harus mendahuluinya. Pendidikan guru dalam pembaharuan akan lebih efektif daripada penataran. Guru yang sejak mulanya terdidik dalam pelaksanaan kurikulum baru akan lebih menjamin keberhasilan pembaharuan itu. Namun penataran akan tetap diperlukan, karena pada suatu ketika setiap kurikulu  akan memerlukan pembaharuan.
8.    MENDEMONSTRASIKAN SUATU PEMBARUAN
Suatu kelompok kecil, dengan persetujuan kepala sekolah, mengadakan pembaharuan satu mata pelajaran atau lebih dalam satu dua kelas. Mereka mencobakan suatu unit pelajaran dan setelah ternyata berhasil mendemostrasikannya kepada guru-guru lain. Harapan ialah agar pembaharua itu diterima baik dan disebarluaskan. Kelompok kecil itu dapat memperoleh bantuan dari kepala sekolah atau atasan. Namun, sering timbul tentangan dari guru-guru yang tidak terlibat dalam usaha ini.
9.    MEMULAI DARI SATPEL/SATUAN PELAJARAN
Hilda Taba menganjurkan agar pembaharuan dimulai dengan satuan pelajaran yang dapat diterapkan dalam kelas. Pada permulaan ini merupakan percobaan. Umpan balik digunakan untuk menyempurnakan satua pelajaran itu.
Perubahan tidak mungkin dilakukan dalam seluruh program sekolah, jadi harus mulai dengan bagian yang kecil dan terbatas. Dari satuan pelajaran yang eksperimenal ini kemudian dikembagkan suatu keragka yang lebih luas, berdasarkan prinsip-prinsip, dasar-dasar teoritis, cara menentukan bahan, mengevaluasi, dan sebagainya.
Pelaksanaan satuan pelajaran merupakan pelajaran dan latihan bagi guru. Lamanya latihan itu bergantung pada besarnya perbedaan antara cara lama dan baru. Perubahan kurikulum mengaharuskan guru berubah pula. Demikian pula harus dikembagkan administrasi yag sesuai dengan perubahan kurikulum itu.
Perubahan kurikulum yang berarti mengubah guru, cara belajar murid, administrasi sekolah, sikap orang tua, dan sebagainya memakan waktu yang lama, sering bertahun-tahun.
Sumber: Nasution, S. 2008. Asas-Asas kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
F. POLA KURIKULUM
                Dalam perubahan kurikulum, demikian pula dalam pembinaan setiap kurikulu, kita hendaknya berkerja dalam suatu kerangka atau pola yang terdiri atas komponen-komponen itu. suatu pola yang sederhana adalah sebagai berikut:


 








bagan F.1.
            Setiap kurikukum mempunyai keempat komponen utama itu yakni:
1.     Tujuan
2.    Kegiatan atau pengalaman belajar untuk mencapai tujuan itu
3.    Pengetahuan, yaitu isi atau bahan pelajaran yang di peroleh dan digunakan dalam proses belajar
4.    Penilaian atau evaluasi hasil belajar, untuk mengetahui hingga mana tujuan itu tercapai.
Keempat komponen itu saling berhubungan. Tujuan menentukan pengalaman belajar apa yang diperlukan dan pengetahuan apa yang harus dipilih yang dapat membawa pelajar kepada tujuan yang ditentukan. Bahan pelajaran ditentukan oleh tujuan. Jadi lebih dahulu harus dirumuskan tujuan, baru lah kemudian bahan pelajaran dana kegiatan belajar, bukan sebaliknya. Acap kali dalam pembinaan kurikulum lebih dahulu ditentukan bahan pelajaran yang disusun menurut buku pelajaran tertentu, baru lach dirumuskan tujuan sesuai dengan bahan itu. Tujuan juga menentukan penilaian, apa yang dinilai dan bagaimana cara yang menilainya. Menilai sikap tak sama caranya dengan menilai keterampilan atau pengetahuan. Yang di nilai bukan hanya tujuan, melainkan juga pengetahuan dan kegiatan atau proses belajar, seperti tampak pada diagram itu. Jika tujuan tidak tercapai, mungkin kesalahanya terletak pada komponen pengetahuan, proses belajar, atau pada tujuan itu sendiri.
Pola kurikulum yang jelas menunjukan hubungan antaraunsur-unsur kurikulum. Dengan adanya pola itu dapat di jaga keseimbangan antaraunsur-unsurnya. Experience atau activity curriculum misalnya terlampu mengutamakan atau pengalaman belajar dan kurang mementingkan unsur pengetahuan, sedangkan ject curriculum mengutamakan aspek pengetahuan dan kurang mementingkan kegiatan atau pengalaman belajar. Banyak kurikulum kurang menaruh perhatian kepada tujuan dan penilaian.
Setiap komponen dapat diolah lebih lanjut misalnya: ( perhatikan, bahwa bagan 2,3,4, dan 5, adalah komponen-komponen yang tampak pada bagan 1, yang diuraikan lebih lanjut)
Dalam bagan 2 kita lihat sumber-sumber tujuan. Disini pun dapat kita usahakan adanya keseimbangan, agar kurikulum itu tidak berat sebelah, yakni child-centered atau pupil centered, society-centered, atau subject-centered. Ketiga sumber itu harus dipertimbangkan dalam kurikulum. Demikian tujuannya harus mengandung aspek kongnitig, afektif, dan psiko-motor untuk memberikan pendidikan yang harmonis.












SUMBER-SUMBER
 





ASPEK-ASPEK
 
 











bagan F.2.
Selanjutnya komponen pengetahuan dapat diperlengkapi sebagai berikut:












SCOPE
(RUANG LINGKUP)
 

SEQUENCE
(URUTAN)
 

INTEGRASI
 
 











bagan F.3.
Pengetahuan atau bahan pelajaran diambil dari berbagai disiplin. Karena banyaknya ilmu yang telah terkumpul yang takmungkin di ajarkan seluruhnya, haruslah diada kan seleksi atau pilihan yang akan disajikan dalam bentuk atau organisasi, bergantung pada bentuk kurikulum yang dijalankan. Pada saat sekarang diutamakn konsep-konsep dan prinsip-prinsip dari pada hanya factor-faktor. Konsep-konsep inilah yang diangap memberikan struktur pengetahuan, the structure of knowledge. Dengan memahami struktur atau konsep dapat dipahami gejala-gejala spesifik lainnya, dan dapat dilihat hubungan antara fakta-fakta. Konsep-konsep bersifat abstrak dan karena itu memungkinkan pemahaman akan sejumlah besar informasi atau fakta yang spesifik. Informasi atau fakta-fakta yang lepas-lepas mudah dilupakan. Lagi pula pengetahuan serupa itu lekas menjadi usang, sedangkan prinsip dan konsep, sekali di pahami, lebih mantap, tidak lekas out dated, dan dapat digunakan untuk menafsirkan informasi baru.
Selanjutnya harus di tentukan scope dan sequence bahan pelajaran, untuk mencegah “ gaps” dan “overlappings”. Agar bahan itu jangan lepas-lepas, diusahakan adanya integrasi, dengan korelasi, pengajaran unit, broad field, dan sebagainya. Sekalipun pelajar itu sendiri akan  selau berusaha mengadakan integrasi dalam pengetahuan yang di peroleh, Pembina kurikulum hendaknya juga berusaha mengadakan integrasi dalam bahan pelajaran yang disajikan.


 











bagan F.4.

Pengalaman atau kegiatan belajar  adalah usaha yang dijalankan, agar tujuan yang ditentukan dicapai dengan mengunakan pengetahuan yang sangat kompleks, yang dipengaruhi oleh berbagai factor seperti metode mengajar, kesulitan isi pelajaran, taraf kematangan, kesanggupan dan perkembangan anak, hubungan antara guru dan murid, pengunaan berbagai sumber, dan alat pelajaran didalam maupun diluar sekolah, perbedaan individual, dan sebagainya. Proses belajar tak kurang pentingnya dari pada hasil belajar. Proses belajar yang baik memungkinkan tercapainya hasil belajar lebih tinggi.
Evaluasi di perlukan untuk mengadakan perbaikan dalam kurikulum. Evaluasi bergantung pada tujuan yang hendak di capai. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari dimana letak kekurangannya melalui evaluasi. Penilaian kurikulum harus berjalan terus. Tak adakurikulum nasinal yang sesuai bagi semua daerah, dan karena itu perlu disesuaikan keadaan setempat.
Mengumpul informasi
sebagai umpan balik
untuk memperbaiki kurikulum


EVALUASI
 
 

                                                                       











test
 

interview
 

observasi
 

rating scale
 

dan sebagainya
 
 


bagan F.5.

G.  ARAH PERKEMBANGAN PEMBAHARUAN KURIKULUM
Perubahan kurikulum sering merupakan reaksi terhadap kurikulum yang berlaku, sehingga tampaknya kurikulum baru seakan-akan  kembali kepada bentuk yang lama. Hal srrupa ini akan terjadi bila kurikulum baru hanya melihat kelemahan dan kekurangan kurikulum yang lama ditinjau dari pandangannya sendiri, tanpa secara obyektif mengakui kebaikan-kebaikannya. Pentingnya integrasi pengetahuan dan pengalaman anak menjadi dasar untuk menjalankan kurikulum yang dipaduan atau yang diintegrasikan dengan melancarkan kecaman yang tajam terhadap subjek atau dicipline-oriented curiculum. Kritk-kritik yang dikemukakan biasanya terlampau dilebih-lebihkan, seperti biasa dilakukan untuk memenangkan perjuangan. Kurikulum yang integrated sangat memerlukan bbahna dari subjects dan bahan pelajaran subject curiculum dapat diintegrasikan. Jadi pertentangan antara berbagai bentuk kurikulum tak setajam yang digambarkan oleh para penganutnya.
Dalam pembaharuan kurikulum di masa mendatang diharapkan:
Ø Pembinaan kurikulum yang berdasarkan pandangan yang menyeluruh yang meliputi asas-asas kurikulum yang berfokus pada anak, masyarakat, dan disiplin.
Ø Menyusun kurikulum yang diselidiki kebaikannya melalui eksperimen.
Ø Menyusun kurikulum yang memperhatikan semua anak, yang normal, maupun yang berbakat tinggi dan rendah, jadi yang memungkinkan setiap anak maju menurut kecepatan masing-masing.
Ø Memperbaharui kurikulum secara integral dari SD-SM sampai perguruan tinggi
Ø Menyusun kurikulum yang lebih mengutamakan inquiry approach dari pada hafalan dan penguasaan sejumlah pengetahuan.
Ø Menyusun kurikulum yang menggairahkan anak untuk belajar.
Ø Menyusun kurikulum yang tidak membagi-bagi sekolah dalam kelas-kelas, akan tetapi menghilangkan batas-batas antara kelas.
Ø Menyusun kurikulum yang tidak terikat pada jadwal pelajaran yang ketat, akan tetapi lebih mendorong murid-murid untuk belajar sendiri berdasarkan tugas-tugas.
Ø Menyusun kurikulum yang mengubah peranan guru dari pengajar selama jam sekolah menjadi pembimbing dalam proses belajar, peneliti, perencana, dan pengembang kurikulum.
Sumber: Nasution, S. 2008. Asas-Asas kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.

1 komentar:

  1. trima kasih buat informasinya..
    nch sangat membantu kami dalam proses pengenalan kur dan aspek pendukungnya

    BalasHapus